Seniman Tato Terbaik Di Dunia

PEKAN ini di Pier 36, Kota New York, Amerika Serikat, kompetisi tato paling bergengsi di dunia digelar. Seniman Tato asal Indonesia, Akbar Tawakkal atau Ata, mampu meraih prestasi gemilang dengan memboyong dua penghargaan.

Ata meraih penghargaan untuk kategori Color Realism yang merupakan kategori untuk pemenang yang mampu membuat tato serasa hidup. Penghargaan kedua untuk Ata melalui kategori The Best Large Color yang membuat seniman tato harus bisa mengaplikasikan warna yang jelas di gambar yang besar.

Kompetisi yang terkenal dengan sebutan 'The New York Tattoo Convention' itu mengumpukan para seniman tato dari berbagai belahan dunia untuk memamerkan keahlian, kreativitas, dan seni mereka.

Baca juga : Jungkook BTS Ungkap Tato Favoritnya

Dalam kompetis itu, Ata harus bersaing dengan seniman tato terkenal dunia yang punya gaya dan kreativitas masing-masing.

"Indonesia punya budaya yang kaya. Ini beneran bukti bahwa bakat bisa meroket tanpa ada yang batasin, dan bisa tampil di panggung internasional," kata Ata.

Baca juga : Biddokes Polda Jawa Timur Pecahkan Rekor Muri Hapus Tato 1.390 Orang

Keberhasilan Ata diharapkan jadi inspirasi buat seniman tato yang lain di Indonesia dan di seluruh dunia.

"Ini menunjukkan kalo dengan semangat, kerja keras, dan komitmen buat sempurnain bakat, siapa pun bisa jadi hebat, bahkan di panggung tato internasional yang gede banget kayak gini," imbuhnya. (Z-5)

- Pada hari kedua di Mentawai, saya dan Anti berkesempatan berkunjung ke rumah seorang dari Suku Mentawai. Sebelumnya, kami sudah pernah membaca dan mendengar cerita mengenai Suku Mentawai dan kebudayaannya yang terpelihara. Kali ini, kami hendak berkenalan langsung dan melihat seperti apa kehidupan sehari-hari Suku Mentawai di Pulau Siberut.

Menggunakan perahu bermotor, kami menempuh perjalanan sekitar empat puluh dari Muara Siberut untuk mencapai perkampungan terdekat. Kami menuju hulu Sungai Gereget yang lebar dan berair tenang. Di kanan kiri terdapat hutan bakau dan pohon sagu yang rimbun. Sesekali kami berpapasan dengan Suku Mentawai yang sedang menaiki pompong (perahu kayu tradisional Mentawai).

Sampailah kami pada uma (rumah khas Mentawai) yang berdiri di tepi sungai. Teman Mentawai kami, Tutulu, dan keluarganya menyambut hangat sembari mengucap, "aloitta?" yang artinya "apa kabar?". Perhatian saya seketika terpusat pada tato yang menghiasi tubuh sebagian besar orang dewasa yang ada di sana, baik di tubuh lelaki maupun perempuan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di tengah obrolan, Tutulu dan kakaknya yang merupakan seorang sikerei (dukun budaya) lalu bercerita mengenai pembuatan tato khas Mentawai. Tato, mereka menyebutnya titi, adalah salah satu bagian dari ekspresi seni dan perlambang status orang dari Suku Mentawai. Dulu, tato populer di kalangan baik lelaki maupun perempuan Mentawai yang telah dewasa. Kini, hanya sebagian kecil suku Mentawai yang masih bertato. Sebagian dari mereka bisa ditemui di pedalaman Pulau Siberut.

Tato dibuat oleh seorang sipatiti (pembuat tato). Proses pembuatan tato memakan waktu yang lama, terutama pada tahap persiapannya yang bisa sampai berbulan-bulan. Ada sejumlah upacara dan pantangan (punen) yang harus dilewati oleh orang yang ingin ditato. Tak semua orang sanggup melewati tahap ini.

Sebelum sipatiti mulai membuat tato, ada ritual upacara yang dipimpin oleh sikerei (dukun budaya Mentawai). Tuan rumah lalu mengadakan pesta dengan menyembelih babi dan ayam. Daging babi dan ayam ini juga sebagai upah yang diberikan untuk sikerei. Tutulu bercerita bahwa ntuk menyelenggarakan pesta membuat tato ini saja bisa menghabiskan biaya sekitar lima juta rupiah.

Jarum yang digunakan terbuat dari tulang hewan atau kayu karai yang diruncingkan. Dengan mengetok-ngetoknya, terciptalah garis-garis yang merupakan motif utama tato suku Mentawai. Pewarna yang digunakan berasal dari arang yang menempel di kuali. Sikerei yang merupakan kakaknya Tutulu berkata bahwa biasanya pembuatan tato dimulai dari telapak tangan, tangan, kaki lalu tubuh. Selama beberapa hari, kulit yang baru ditato akan bengkak dan mengeluarkan darah. Membayangkannya saja saya ngeri.

Konon, tato Mentawai termasuk seni tato tertua di dunia, bahkan lebih tua dari tato Mesir. Sayangnya, kini hanya sebagian kecil saja suku Mentawai yang masih mempertahankannya. Hal ini akibat adanya larangan Pemerintah terhadap berkembangnya ajaran animisme di masa lalu. Tato adalah salah satu produk budaya yang kemudian perlahan menghilang. Ratusan motif tato yang pernah menghiasi penduduk asli Mentawai pun tidak sempat terdokumentasi. Bahkan Tutulu yang kami kenal pun, menghiasi tubuhnya dengan tato gambar bunga dan jangkar yang jelas bukan motif asli tato Mentawai.

Tertarik membuat tato khas Mentawai?

Pengalaman para peserta ACI lainnya dapat dilihat di

MANGUPURA, NusaBali.com –  Sebanyak 77 seniman tato tanah air unjuk keterampilan di ajang Kuta Tattoo Expo yang digelar di Kuta Discovery Mall, 25-26 Juni 2021.

Para peserta hadir dari berbagawai wilayah di Indonesia, di antaranya Jakarta, Bandung, Surabaya, Kalimantan dan tuan rumah Bali. Sebanyak 54 booth tattoo artist didukung pula dengan 11 booth kuliner dari pelaku UMKM (usaha mikro kecil dan menengah).

“Peserta diberi waktu selama tujuh jam untuk menyelesaikan karyanya,” kata Made Indah Jayanthi, Asisten Event Manager gelaran Kuta Tattoo Expo.

Kontes hari pertama Top 10, kategori black work, kategori color, kategori black grey, dan best of the day. Selanjutnya di hari kedua Sabtu (26/6/2021) yakni Top 10, kategori Balinese, kategori magic ink, dan best of the day. Juri yang dihadirkan adalah sosok berkompeten di bidangnya di antaranya Joky Pramana, Marmar Herayukti, Lolit Made, dan Kink Tattoo Bali.

Hasil Top 10 hari pertama adalah Tikalines Tattoo, Yadri Art, Lumina Tattoo, Black in Black Tattoo, Hendric Shinigami, Nagaloka Tattoo, God Gold Ink, Dillon Tattoo, Hendric Shinigami, Yogi Tatu.

Untuk kategori black work dijuarai oleh Studio Tridatu, runner up Studio Rohornament. Selanjutnya kategori color, juara I diraih Studio Loyalty Ink Bali, dan runner up Hendric Shinigami. Untuk kategori black grey juaranya adalah Studio Miracle Ink dan Turah Ink sebagai runner up. Sedangkan Best of The Day diraih Studio Lumina Tattoo.

Sementara itu kontes hari kedua, peraih Top 10 antara lain Hendric Shinigami, Abenk, Yogi Tattoo, Angel Eyes Tattoo, Altar Tattoo, Miracle Ink, Tattoo by Dikna, Black in Black, Lumina Tattoo dan Beta Tattoo.

Pemenang kategori Balinese jatuh pada Studio Consortiums, dan runner up Studio God Gold Tattoo. Untuk kategori magick ink Studio Y/M Tattoer sebagai juara 1, dan studio Hendric Shinigami sebagai runner up. Sedangkan Best of The Day diraih oleh Lumina Tattoo.

Event Kuta Tatto Expo ini adalah event tahunan berskala internasional sejak 2016. Namun karena pandemi, gelaran tahun lalu ditiadakan. Adapun even yang lebih dikenal dengan brand ‘Bali Tatto Expo’  terpaksa diubah menjadi ‘Kuta Tattoo Expo’.

“Kuta Tattoo Expo ini terlaksana karena kami tidak dapat menyelenggarakan Bali Tattoo Expo karena masa pandemi, jadi karena rasa kangen para teman-teman seniman kami ciptakan Kuta Tattoo Expo ini sebagai wadah kontes para seniman lokal dan sebagai wadah saling bertukar pikiran di dalam dunia seni tattoo,” ujar Indah Jayanthi.

Kuta Tattoo Expo pun dinilai memiliki makna yang lebih dari hanya sekadar kontes tato, namun di dalamnya ada terjalinnya pertemanan, saling berbagi ilmu, dan menambah teman-teman baru dari sesama pelaku seni tato itu sendiri

“Pada kontes kali ini karena masih dalam situasi pandemi, kami sangat mematuhi dan menerapkan protokol kesehatan dengan baik, para peserta harus menggunakan masker dan menggunakan hand sanitizer yang telah tersedia di tempat,” ujar Indah Jayanthi.

Perkembangan seni tato di tanah air disebut Indah Jayanthi cukup baik, dan image negatif terhadap tato terbantahkan karena seni tato itu sesungguhnya layaknya sebuah seni yang dapat diapresiasi. “Ada kemampuan dan teknik-teknik yang diterapkan, ada waktu yang harus dikorbankan untuk mengerjakan sebuah tato, dan bahkan di Kalimantan tato merupakan suatu budaya adat lokal yang telah diwarisi dari generasi ke generasi,” ujar Indah Jayanthi.

Indah Jayanthi pun berharap agar pandemi cepat berakhir agar Bali Tattoo Expo yang merupakan event Tattoo Terbesar di Bali ini dapat terselenggara dengan maksimal. “Pandemi merupakan hal yang sulit bagi kami untuk mengadakan event seperti ini, mudah-mudahan pandemi cepat usai agar Bali Tattoo Expo kembali dimeriahkan oleh seniman tato yang berasal dari berbagai daerah, bahkan mancanegara,” tutup Indah Jayanthi. *rma

Belanja di App banyak untungnya:

JAKARTA – Bagi masyarakat Suku Mentawai, Sumatra Barat, tato adalah pakaian abadi dalam mengarungi kehidupan dan menghadapi kematian. Rajahan yang ada di tubuh mereka, melambangkan sebuah filosofi dan strata sosial kehidupan si pemilik tato.

Misalnya, mereka yang sehari-hari bekerja dan memiliki keahlian sebagai pemburu, maka gambar tato yang akan dibuat akan berhubungan dengan perburuan. Biasanya gambar yang dibuat adalah hewan buruan seperti babi, atau busur panah yang mereka gunakan.

Lalu, jika orang tersebut sehari-hari bekerja sebagai nelayan, maka desain tato yang dibuat adalah mata suba, mata jaring hingga mata kail. Satu hal yang pasti, apapun latar belakangnya, tato yang tergambar di badannya harus melambangkan keseimbangan antara alam dan penghuninya.

Dalam kepercayaan suku Mentawai, tato memiliki tiga fungsi yang sudah ada sejak zaman nenek moyang. Pertama, sebagai identitas diri sebagai warga keturunan suku Mentawai. Kedua, sebagai penanda status sosial dan profesi yang mereka jalani.

Ketiga, tato ini dibuat sebagai hiasan tubuh atau keindahan semata. Bagi mereka yang menggunakan makna ini, tato akan dibuat dengan desain yang lebih baik dan kualitas gambar yang benar-benar diperhatikan.

Tiga fungsi itu akan menemukan satu tujuan, yaitu masing-masing dari mereka bisa saling membaca jati diri lawan bicarannya. Hal baiknya, mereka bisa saling menghargai perbedaan dan status sosial yang ada di masyarakat suku Mentawai.

Perlu diketahui, tato milik suku Mentawai adalah seni tato tertua di dunia. Sejarah mencatat tato Mentawai sudah ada sejak tahun 1.300 sebelum Masehi atau 200 tahun lebih dahulu daripada tato Mesir yang ditemukan pada 1.500 sebelum Masehi.

TradisiPembuatan tato bagi suku Mentawai sendiri juga tidak bisa dilakukan dengan sembarangan. Suku Mentawai yang masih memegang teguh kepercayaan nenek moyang yakni Arat Sabulungan, menginstruksikan bahwa pembuatan tato harus melewati beberapa ritual tertentu.

Sabulungan sendiri memiliki makna sa (sekumpulan) dan bulung (daun). Artinya sekumpulan daun itu (tato) dirangkai dalam lingkaran yang terbuat dari pucuk enau atau rumbia yang diyakini memiliki tenaga gaib.

Arat Sabulungan mengatur bahwa bagi mereka yang berkelamin laki-laki dan sudah memasuki usia 11 tahun, orang tuanya harus segera memanggil sikerei dan rimata atau kepala suku. Mereka akan berunding dalam menentukan hari dimana anak mereka bisa melaksanakan penatoan sebagai simbol menjadi keturunan suku Mentawai.

Setelah tanggal disepakati, proses selanjutnya adalah menghubungi Sipatiti atau seniman tato suku Mentawai. Untuk memakai jasa sipatiti, si pemilik hajat harus membayarnya dengan seekor babi dan bukan menggunakan uang.

Proses selanjutnya ialah dilakukannya upacara punen Enegat yang dipimpin Sikerei di puturukat atau di galeri tato milik Sipatiti. Kemudian penatoan awal atau yang biasa disebut dengan Janji Gagak Borneo akan dilakukan pada pangkal lengan.

Setelah usianya beranjak dewasa, penatoan akan dilanjutkan menggunakan pola darukat di dada, titi teytey di pinggang dan punggung, titi rere pada paha dan kaki, titi puso di atas perut, dan titi tatep di dada.

Untuk alat-alat yang digunakan untuk menato mengandalkan barang dari alam yang mudah didapat. Alat perajah yang digunakan adalah lilipat patitik yang berbentuk dua kayu. Satu ujungnya adalah jarum, sementara ujung lainnya adalah pemahat.

Jarumnya sendiri terbuat dari kayu karai atau tulang binatang yang diruncingkan. Dahulu kala untuk mendesain tato menggunakan lidi yang digoreskan ke kulit seseorang yang akan ditato. Akan tetapi seiring berkembangnya zaman desain itu dipola menggunakan spidol agar mengurangi rasa sakit.

Sementara untuk memberikan pewarnaan, suku Mentawai menggunakan olahan jelaga atau butiran arang yang biasanya menempel pada tungku masak di dapur. Juga bisa menggunakan daun pisang untuk memberikan warna hijau.

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/ Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia