Rumah Adat Khas Ntt

Bentuk Rumah Adat Suku Tetun dan Maknanya

Secara umum, suku Tetun memiliki karakteristik rumah yang berbentuk panggung dengan atap layaknya perahu terbalik. Menariknya, atap tersebut cukup besar hingga beberapa dari atap rumah suku Tetun menjulur sampai ke tanah.

Rumah adat atau rumah tradisional suku Tetun disangga oleh dua tiang utama yang diletakkan di pusat rumah adat (di tengah). Kedua tiang ini paling tinggi dan memiliki diameter yang paling besar dari tiang-tiang lainnya

Tiang-tiang tersebut diambil dari kayu dengan kualitas terbaik dengan kriteria harus lurus dan “tidak pernah disentuh oleh tangan manusia” artinya tidak ada bekas kapak. Biasanya tiang ini diambil dari hutan suci.

Setelah ritual penebangan selelsai, kedua tiang ini diarak dengan tari-tarian, seruan-seruan, nyanyian menuju lokasi rumah adat.

Menurut kepercayaan suku Tetun, dua tiang tersebut melambangkan nenek moyang laki-laki (bei mane) dan nenek moyang perempuan (bei feto) dari klan tersebut. Oleh karena itu, saat tiang ini hendak ditegakan, wajib diperlakukan sebagai seorang manusia.

Kedua tiang itu dihiasi dengan pakaian adat lengkap ketika hendak ditegakkan dengan diiringi pukulan gendang dan tarian.

Rumah adat suku Tatun memiliki tata ruangnya berbentuk persegi atau persegi panjang. Biasanya, rumah adat suku Tetun memiliki tiga ruang utama, yakni kolong, ruang tengah, dan loteng.

Umumnya dinding rumah adat menggunakan papan dari kayu. Pada dinding ini diberi ukiran yang menyimbolkan pesan tertentu. Ukiran terssebut dapat berupa makanan pokok sehari-hari, misalnya padi, jagung, umbi-umbian, dan hewan kurban; beberapa hewan, seperti buaya (leluhur/ nai bei), ayam jantan (simbol kejantanan/ meo), cicak (peramal); hingga motif payudara perempuan yang melambangkan kehidupan dan kesuburan.

Bentuk rumah adat suku Tetun turut menggambarkan status sebuah klan dalam struktur masyarakat. Misalnya, di dalam etnis Tetun terdapat rumah adat Raja (uma na’i), rumah pembantu raja (uma vetor), rumah bawaan raja (uma dato), dan rumah rakyat biasa (uma renu) dengan ciri khas berbeda.

Pada rumah adat yang berukuran besar, misalnya rumah adat raja (uma na’i atau uma metan) disertakan juga anyaman bambu bergaya mahkota di bagian atap paling ujung dan sebuah teras di bagian depan rumah adat sebagai tempat pertemuan.

Selain itu, ada pula rumah adat dengan pembagian tiga fungsi di Desa Wehali, Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur, yakni uma timur (rumah tinggal), uma lulik (rumah adat), dan uma kakaluk (rumah pengobatan).

Semua rumah adat ini mesti berperan dalam menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan ketentuan dalam struktur masyarakat suku Tetun.

Sejarah rumah adat NTT

Dari sejarahnya, rumah adat Musalaki dipercaya sebagai rumah adat asli masyarakat suku Ende Lio. Penamaan rumah adat Musalaki ini berasal dari sebuah kata dalam bahasa Ende Lio; Mosa.

Mosa bermakna sebagai “ketua”, dan Laki yang berarti “adat”, sehingga rumah Musalaki disepakati sebagai sebuah rumah yang dijadikan tempat tinggal utama Kepala Suku masyarakat suku Ende Lio.

Elemen kayu pada interior rumah

Seperti rumah adat Indonesia lainnya, bagian interior rumah Betawi didominasi dengan elemen kayu. Penggunaan bahan kayu diterapkan pada dinding, tiang kolom, pintu, jendela, perabotan rumah, dan ornamen rumah Betawi lainnya. Jika tertarik untuk membangun rumah Betawi modern, Anda bisa mengombinasikan bahan kayu tersebut dengan bahan modern lainnya, seperti keramik, tegel kunci, cat dinding, dan ornamen rumah Betawi berwarna cerah agar suasana di rumah Betawi modern menjadi lebih terang.

Setelah mengenal lebih jauh tentang rumah Betawi, semoga Anda juga tertarik untuk melestarikan rumah Betawi modern atau rumah adat Nusantara lainnya. Temukan beragam artikel menarik lainnya seputar arsitektur, interior, dan bahan bangunan hanya di Archify. Jangan ragu untuk menghubungi arsitek dan desainer interior handal yang tergabung di Archify untuk mewujudkan rumah impian Anda.

Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi yang terkenal dengan keindahan alamnya, terutama kecantikan pantai-pantainya yang terkenal. Namun, NTT juga memiliki keindahan budaya yang beragam. Salah satunya adalah keunikan rumah adatnya.

Keindahan rumah adat di NTT ini juga menjadi daya Tarik tersendiri. Banyak wisatawan yang datang karena keunikan dan keakraban masyarakat tempat rumah adat tersebut berada.  Di bawah ini merupakan beberapa jenis rumah adat NTT yang perlu Anda ketahui:

Terdiri dari 4 jenis rumah

Rumah Betawi yang sering kita lihat dan tercatat secara resmi adalah rumah kebaya. Namun, ternyata masih ada beberapa jenis rumah lainnya. Empat jenis rumah Betawi di antaranya adalah rumah kebaya, rumah panggung, rumah gudang, dan rumah joglo. Perbedaan jenis ini disebabkan oleh faktor lokasi dan budaya yang ada di sekitarnya. Meskipun terdiri dari 4 jenis, semua jenis rumah Betawi tersebut masih memiliki ciri khas yang berkesinambungan antara satu dengan yang lain.

Sifat orang Betawi yang terbuka pada tamu ditunjukkan dengan teras yang luas di rumah Betawi. Di teras ini juga terdapat meja dan kursi yang berfungsi untuk menjamu tamu-tamu tersebut atau sekadar menjadi tempat bersantai. Konsep terbuka tadi juga diterapkan pada pagar rumah yang berukuran rendah. Keterbukaan ini sangat cocok untuk diterapkan pada rumah Betawi modern.

Jenis-jenis rumah adat NTT

Sebagai salah satu provinsi yang indah dan menarik di Indonesia, Nusa Tenggara Timur memiliki beberapa jenis rumah adat yang kaya dari segi bentuk dan estetikanya. Jenis-jenis rumah adat tersebut antara lain:

Rumah adat ini adalah rumah adat paling umum dapat Anda temui. Rumah adat Musalaki sendiri merupakan salah satu rumah adat yang disepakati sebagai lambang dari provinsi Nusa Tenggara Timur. Rumah adat musalaki memiliki desain arsitektur yang unik dan terbagi menjadi dua bagian utama, antara lain struktur atas dan struktur bagian bawah.

Rumah adat Mbaru Niang

Rumah adat Nusa Tenggara Timur berikutnya adalah rumah adat Mbaru Niang. Rumah adat ini berasal dari desa yang berada di Nusa Tenggara Timur, yaitu desa Wae Rebo. Rumah adat Mbaru Niang dibentuk dengan desain yang sangat unik dan berbeda dari rumah adat pada umumnya. Jika rumah adat Musalaki dikhususkan untuk kepala suku saja, maka rumah adat Mbaru Niang ini dapat ditinggali oleh masyarakat setempat.

Rumah adat Mbaru Niang memiliki desain arsitektur yang unik dan menarik karena didirikan dengan membentuk layaknya sebuah kerucut dan memberikan kesan seperti sebuah tenda yang berukuran sangat besar. Tinggi rumah adat ini bisa mencapai sekitar 15 meter.

Rumah adat Sao Ria Tenda Bwe Moni Koanara

Rumah adat Nusa Tenggara Timur yang terakhir yaitu rumah adat Sao Ria Tenda Bewa Moni. Rumah adat ini juga dibangun dengan desain yang sangat unik dan berbeda dari rumah adat Nusa Tenggara Timur lainnya.

Dari segi fungsi, rumah adat ini dibagi dalam beberapa bagian. Ada yang menggunakan rumah adat ini sebagai hunian tempat tinggal dan ada juga beberapa masyarakat yang memfungsikannya sebagai tempat penyimpanan benda adat hingga tulang belulang para leluhur.

Fungsi rumah adat NTT

Rumah adat NTT memiliki berbagai fungsi. Fungsi dasarnya sama seperti fungsi rumah pada umumnya, yaitu tempat untuk berteduh dan tempat tinggal. Adapun untuk jenis rumah adat Musalaki memiliki fungsi tersendiri, yaitu sebagai tempat tinggal khusus bagi para ketua adat atau kepala suku saja.

Sementara itu, rumah Mbaru Niang memiliki fungsi yang dapat dilihat dari beberapa tingkatan di dalamnya. Dan bagian-bagian tersebut memiliki fungsi yang berbeda, antara lain:

Rumah adat Sao Ria Tenda Bewa Moni Koanara justru terdiri dari tiga macam yang disesuaikan dengan fungsinya, antara lain:

Hal yang menjadi pembeda di antara ketiga tempat tersebut adalah adanya kepala kerbau yang diletakkan di depan rumah adat Sao Ria Tenda Bewa Moni Koanara.

Rumah adat Nusa Tenggara Timur didirikan dengan menerapkan sebuah filosofi, yaitu menjaga keseimbangan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya, maupun antara manusia dengan alam sekitar. Selain itu, rumah adat NTT juga mempunyai fungsi filosofis sebagai tempat utama untuk tetap memegang nilai-nilai religius, norma, estetika dan budaya.

Demikianlah penjelasan mengenai rumah adat NTT beserta sejarah, jenis-jenis rumah, dan juga fungsi yang diberikan. Semoga tulisan ini semakin memperkaya wawasan mengenai kekayaan budaya yang ada di Indonesia.

Ikuti berita dalam dan luar negeri lainnya hanya di VOI.id, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!

Suku Tetun memiliki keunikan dari segi rumah adat. Suku Tetun memiliki subsuku yang masing-masing memiliki rumah adat berbeda. Selain disebut suku Tetun, suku ini juga dikenal sebagai suku Belu.

Suku Tetun atau suku Belu merupakan masyarakat yang tinggal di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur. Mereka juga tersebar di enklave Oecussi-Ambeno, Timor Leste. Akan tetapi, artikel ini secara khusus membahas suku Tetun yang berada di NTT, Indonesia.

Dalam tulisan Mengenal Ragam Keunikan Suku Tetun dari Nusa Tenggara Timur dijelaskan bahwa dalam satu perkampungan suku Tetun atau suku Belu umumnya dihuni oleh penduduk yang berasal paling tidak dari dua klan atau subsuku Tetun.

Biasanya, masing-masing dari klan atau subsuku Tetun ini dapat diidentifikasi dengan mudah melalui rumah adat. Meskipun setiap klan mempunyai bentuk (detail) rumah adat yang berbeda-beda, mereka juga memungkinkan untuk memiliki karakteristik rumah yang sama.

Kemudian, kumpulan dari beberapa kampung ini menjadi sebuah desa berbentuk kerajaan yang dipimpin oleh raja atau fukun. Kedudukannya hampir setara dengan jabatan kepala desa dalam strata negara.

Dalam satu desa yang dihuni oleh suku Tetun bisa memiliki puluhan rumah adat yang masing-masing memiliki kekhasan maupun kesamaan. Masing-masing dari rumah adat tersebut juga memiliki kebijakan dan aturan adat untuk menata kehidupan masyarakatnya.

Beberapa rumah adat suku Tetun ialah rumah adat Nonot-Fore Na’in yang berada di Desa Babulu, Kecamatan Kobalima, Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur; serta rumah adat Uma BuahanBerada di Motaain Serobo, Desa Maneikun, Kecamatan Lasiolat Kabupaten Belu, Timor-NTT.

Rumah Adat Ume Kbubu

Rumah adat ini memiliki bentuk yang unik dengan bangunannya yang berbentuk bulat. Rumah ini merupakan tempat tinggal suku Dawan yang berada di Kabupaten Timor. Ume itu sendiri berarti rumah, sedangkan kkubu memiliki arti bulat atau bundar.

Struktur bangunan rumah adat ini terdiri dari atap, tiang, dan dinding. Atap rumah adat Ume Kkubu terdiri dari 9 elemen yang masing-masing memiliki fungsinya. Dinding rumah tersebut terbuat dari bambu dan berfungsi sebagai tempat mengikat alang-alang. Konsep dari rumah ini terbagi menjadi beberapa ruangan seperti tunaf, hala, tnana, dan hau monef. Setiap ruangannya memiliki fungsi masing-masing terkait dengan kegiatan adat yang bersifat religious bagi suku Dawan.

Rumah adat Lopo merupakan tempat yang biasa digunakan sebagai tempat bermusyawarah dan tempat dimana upacara adat berlangsung. Rumah adat ini memiliki atap berbentuk kerucut yang terbuat dari alang-alang. Selain sebagai tempat bermusyawarah, rumah ini digunakan sebagai tempat penyimpanan hasil pertanian.

Rumah adat Lopo menjadi ciri khas dari suku Abui yang terdapat di Kabupaten Alor. Rumah Lopo suku Abui terbuat dari bambu dan alang-alang. Rumah Lopo suku Abui tidak memiliki dinding, tetapi terdiri dari tiga tingkat. Di setiap tingkatannya memiliki fungsinya masing-masing. Ada yang dijadikan sebagai tempat istirahat, ataupun sebagai tempat menyimpan bahan makanan.

Baca Juga: 3 Pahlawan Nasional yang Berasal dari NTT

Rumah adat Sumba terdiri dari dua jenis: Uma Bokulu dan Uma Mbatangu. Keduanya berada di Kampung adat Praijing, tepatnya Desa Tebara, Kecamatan Waikabubak, Sumba, NTT. Rumah dengan atap yang tinggi ini terlihat sangat unik dan eksotis.

Rumah adat Sumba berbentuk segi empat dan ditopang oleh empat buah kolom. Rumah ini tidak memiliki jendela, tetapi memiliki area terpisah untuk pria dan Wanita. Atapnya yang tinggi memiliki makna filosofis di setiap tingkatannya. Bagian atap melambangkan dunia atas yang suci, sedangkan bagian badan rumah adalah dunia tengah. Sedangkan, bagian bawah rumah masuk ke dalam dunia bawah atau dunia kematian.

Rumah adat biasa digunakan sebagai tempat tinggal dan juga tempat upacara adat. Itulah beberapa jenis rumah adat Nusa Tenggara Timur beserta keunikan dan bentuknya masing-masing.

Rumah adat merupakan simbol dan nilai-nilai luhur dari budaya yang ada pada Negeri kita tercinta, Indonesia. Menjaga dan melestarikan budayanya pun sudah menjadi tugas masyarakat Indonesia. Semoga tulisan ini dapat memperkaya wawasan mengenai kekayaan budaya yang ada di Indonesia.

https://www.rumah.com/panduan-properti/rumah-adat-ntt-29694

https://voi.id/berita/42461/rumah-adat-ntt-sejarah-jenis-jenis-dan-fungsinya-yang-penuh-filosofi

JAKARTA - Rumah adat merupakan salah satu bentuk interpretasi budaya daerah setempat yang kaya dengan keunikan, sejarah dan filosofinya. Salah satu rumah adat yang terdapat di Indonesia yaitu rumah adat Nusa Nenggara Timur (NTT).

NTT adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terdiri dari beberapa pulau. Provinsi ini juga memiliki banyak keragaman. Keragaman tersebut terdiri dari suku hingga rumah adat. Beberapa suku yang dapat kita jumpai di Nusa Tenggara Timur adalah suku Antoni, Belu, Lamaholot dan lain-lain.

Setiap suku memiliki desain dan bentuk rumah adat yang unik masing-masing. Satu jenis rumah adat yang terdapat di NTT dibagi menjadi beberapa bagian rumah.

Gaya struktur rumah adat ini juga bermacam-macam dan memiliki ciri khas tersendiri. Bahkan setiap struktur bagian rumahnya mempunyai fungsi dan makna yang khusus.

Rumah adat di wilayah NTT biasanya berbentuk rumah panggung dengan struktur agak persegi atau persegi panjang. Berbeda dengan rumah adat Timor Timur yang memiliki bentuk bulat seperti telur dan tidak terdapat tiang.

Beberapa hunian tradisional pada rumah adat ini pada dasarnya dibedakan dari segi model atau bentuk atap rumahnya, antara lain:

Beberapa hunian rumah adat tersebut tetap memiliki kesamaan meskipun bentuk atapnya berbeda-beda. Persamaannya terdapat pada tersedianya tempat khusus yang diyakini sebagai tempat suci untuk para arwah nenek moyang. Pada waktu-waktu tertentu, tempat istimewa tersebut diberikan sesaji.

Pintu dan jendela krepyak

Pintu dan jendela krepyak banyak digunakan pada rumah-rumah Betawi. Jendela krepyak adalah jendela yang terdiri dari rangkaian jalusi yang disusun secara horizontal. Jalusi atau krepyak ini berfungsi untuk mengatur sirkulasi udara atau cahaya sehingga ketika pintu dan jendela ini ditutup, bagian dalam rumah masih mendapatkan sirkulasi udara dan cahaya yang cukup.

Artikel lainnya: Mengenal Jalusi, Solusi Praktis Agar Rumah Selalu Sejuk

Ornamen rumah Betawi gigi balang

Rumah Betawi modern juga memiliki ornamen khas yang terlihat mencolok pada bagian eksterior rumah. Ornamen rumah Betawi tersebut adalah gigi balang yang terletak pada tritisan atap rumah. Selain sebagai hiasan, ornamen rumah Betawi ini juga berfungsi sebagai pelindung di kala hujan agar air hujan tidak masuk ke area rumah.

Tidak ada kamar mandi

Rumah Betawi pada masa dulu tidak memiliki kamar mandi di bangunan utama rumahnya. Kamar mandi rumah Betawi terletak di luar bangunan, tepatnya di bagian belakang rumah. Hal ini disebabkan oleh prinsip orang Betawi yang berpandangan bahwa segala kotoran harus disingkirkan dari bangunan rumah. Di rumah Betawi modern masa kini, bangunan kamar mandi tidak benar-benar terpisah dari bangunan utama, melainkan dibatasi dengan ruang transisi seperti taman.

Makna Rumah Adat Suku Tetun di NTT yang Dianggap Sakral

Rumah adat suku Tetun bukan sekadar hanya rumah. Suku Tetun menganggap rumah adat bukan hanya sebagai tempat tinggal, melainkan ada makna yang lebih mendalam bahkan sakral.

Rumah adat dalam suku Tetun memainkan peran yang cukup sentral.

Menurut Linda Fanggidae sebagaimana dikutip dari artikel berjudul “Makna Keselamatan Etnis Tetun dalam Arsitektur dan Fungsi Rumah Adat Nonot-Fore Na’in, Kab. Malaka, NTT”, dijelaskan bahwa suku Tetun memiliki dua jenis rumah tradisional dengan fungsi yang berbeda, yakni uma timur dan uma lulik.

Pertama, uma timur yang merupakan rumah dengan fungsi yang sederhana sebagaimana umumnya. Uma timur adalah tempat tinggal masyarakat Tetun sehari-hari.

Uma timur berbentuk persegi atau persegi panjang, berukuran kecil, serta dibuat dengan menggunakan bahan dari alam. Uma timur terdiri dari teras (labis kraik), ruang tamu (labis leten), ruang keluarga (labis laran), ruang tidur menantu pria (kean mane fou), ruang tidur anak gadis (loka laran), ruang bersalin (ai lalao), dapur (hai matan), dan tempat air minum (klot we).

Kedua, uma lulik, rumah adat suku Tetun yang lebih besar dan memiliki fungsi lebih kompleks. Hal ini sesuai dengan namanya, “uma” dari Bahasa Tetun yang artinya “rumah”, dan “lulik” yangberarti “suci”. Untuk itu, uma lulik dianggap sebagai rumah adat yang suci dan sakral.

Kesakralan ini muncul dari kepercayaan suku Tetun yang menganggap bahwa rumah adat dihuni oleh roh-roh (animisme) dan arwah leluhur.

Selain itu, rumah adat suku Tetun juga dijadikan sebagai tempat penyimpanan alat peninggalan leluhur pada zaman dahulu, seperti pedang ataupun kayu–kayu besar yang dipakai untuk menahan serangan dari musuh.

Saking sakralnya, suku Tetun di Timor Leste menurut jurnal yang berjudul "Uma Lulik as Heritage: Authorised Heritage Discourse in Timor-Leste," menganggap bahwa benda-benda yang disimpan di rumah adat jauh lebih penting daripada arsitektur uma lulik itu sendiri.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Pernah melihat rumah adat beratap kerucut yang terletak di atas pegunungan? Namanya Mbaru Niang, rumah adat yang bisa ditemukan di Desa Wae Rebo, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Melansir Portal Informasi Indonesia, Senin (2/10/2023), Desa Wae Rebo merupakan salah satu desa adat terpencil di Kabupaten Manggarai yang dikelilingi pegunungan dan hutan hujan tropis. Desa ini menjadi satu-satunya desa adat di Manggarai yang masih mempertahankan eksistensi Mbaru Niang sebagai rumah tinggal.

Mbaru Niang dibangun dari kayu worok dan bambu. Konstruksi bangunan disatukan bukan dengan paku, tetapi menggunakan tali rotan. Rumah ini menjulang hingga 15 meter di atas pegunungan dengan ketinggian sekitar 1.117 meter di atas permukaan laut (mdpl).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seperti yang dikatakan di awal, atap Mbaru Niang berbentuk kerucut yang terbuat dari daun lontar. Atap ini menjulur dari atas rumah hingga hampir menyentuh tanah.

Ketua Lembaga Adat Pelestarian Budaya Wae Rebo, Fransiskus Mudir, mengatakan bahwa bentuk kerucut ini menyimbolkan perlindungan dan persatuan rakyat Wae Rebo. Sementara itu, lantai rumah ini berbentuk lingkaran yang merupakan simbol harmonisasi dan keadilan keluarga dan antarwarga.

Mbaru Niang memiliki lima lantai yang memiliki fungsi berbeda-beda. Lantai pertama berfungsi sebagai tempat tinggal. Lantai kedua adalah loteng yang digunakan untuk menyimpan bahan makanan dan barang-barang.

Lalu, lantai ketiga dipakai untuk menyimpan benih-benih tanaman pangan, sedangkan lantai keempat untuk menyimpan stok makanan sebagai antisipasi masa kemarau. Terakhir, lantai kelima berfungsi sebagai tempat sesajian untuk para leluhur.

Masyarakat Wae Rebu sudah menghuni Mbaru Niang sejak abad ke-18. Bangunan rumah terus dijaga oleh masyarakat setempat sehingga masih lestari sampai saat ini. Satu rumah biasanya dihuni oleh enam hingga delapan keluarga.

Di Desa Wae Rebo, terdapat 7 buah rumah Mbaru Niang yang berdiri mengelilingi sebuah altar yang disebut compang sebagai titik pusat. Compang berfungsi sebagai tempat untuk memuji dan menyembah Tuhan dan para leluhur. Jumlah 7 mengandung makna penghormatan terhadap tujuh arah gunung dan dipercaya sebagai pelindung Kampung Wae Rebo.

Keunikan Mbaru Niang ini membuatnya meraih penghargaan pada kategori konservasi warisan budaya dari UNESCO Asia-Pasifik tahun 2012. Dikelilingi oleh pemandangan alam yang indah, rumah ini juga menjadi salah satu tujuan wisata bagi turis lokal dan asing.

Jika ingin mendatangi kawasan rumah ini, kamu harus menempuh perjalanan kurang lebih 6 kilometer dari Desa Dintor ke Desa Denge menggunakan kendaraan.

Selanjutnya, kamu harus melakukan perjalanan mendaki sekitar 9 kilometer selama 3-4 jam dari Desa Denge ke Desa Wae Rebo. Meski melelahkan, semua itu akan terbayarkan oleh keindahan dan keunikan kawasan rumah Mbaru Niang ini.

Buat detikers yang punya permasalahan seputar rumah, tanah atau properti lain, tim detikProperti bisa bantu cari solusinya. Kirim pertanyaan kamu vie email ke [email protected] dengan subject 'Tanya detikProperti', nanti pertanyaan akan dijawab oleh pakar.